Notes

Deal with Anxiety!

Tahun 2020-2021 adalah tahun perjuangan yang cukup berat bagi saya. Saya merasa gamang, seperti divonis akan mati, sementara saya belum siap. Timbulah kecemasan berlebihan.

Berawal dari kasus covid-19 yang sudah mulai menyebar di Indonesia, sekitar bulan April 2020, bersamaan dengan itu saya mengalami batuk parah. Berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan tak kunjung sembuh. Sampai akhirnya saya menyimpulkan kalau saya mungkin terjangkit covid-19. Saya mencoba untuk mempositifkan pikiran, bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Saya berbisik dalam hati untuk menguatkan diri dengan berkata seperti ini: “Tidak apa-apa terjangkit covid, Insya Allah akan sembuh. Toh bagus kalau sudah kena, bakal punya imunitas”.

Tapi hati bergejolak lain, kegelisahan akan terjadinya kemungkinan terburuk (kematian) selalu menghantui. Mungkin parno dengan berita-berita di TV yang cukup menakutkan. Saya benar-benar takut mati. Pastinya tidak ada orang yang siap dengan kematian. Tapi saya memiliki masalah yang cukup complicated, saya sangat ingin tetap berumur panjang. Jangan mati saat ini, masih banyak yang ingin saya lakukan. Jangan sampai apa yang telah diperjuangkan terhenti sebelum membuahkan hasil. Itu akan mengecewakan banyak orang dan akan menjadi beban. Dari sini mungkin penyakit anxiety disorder ini muncul.

Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu. Saya semakin sering merasakan sesak nafas. Tak jarang disertai nyeri di dada. Saya bolak-balik ke berbagai dokter untuk melakukan pemeriksaan, tapi tidak ada diagnosa yang memuaskan. Secara fisik saya merasakan sesak nafas, tapi menurut dokter kondisi saya baik-baik saja, tidak ada indikasi sesak nafas. Hasil pemeriksaan paru juga bagus, memang ada riwayat bronchitis, itu yang menyebabkan batuk lama sembuhnya. Biasanya kalau sudah terserang batuk, bisa berbulan bulan baru sembuh. Karena dinyatakan baik-baik saja sedangkan secara fisik saya merasakan ada penyakit, itu malah menambah kecemasan. Pikiran semakin melayang, jangan-jangan ada penyakit yang tidak terdeteksi. Saya membayangkan berbagai macam penyakit yang mungkin menyerang, entah itu jantung, cancer, dan lain sebagainya. Hampir tiap hari saya merasakan sakit, tapi dokter mendiagnosa saya baik-baik saja. Itu sangat menyiksa.

Bulan Ramadhan 2020 adalah bulan puasa terberat, suatu pagi setelah sahur saya merasakan sesak nafas yang begitu berat, pada saat itu saya sudah hampir menyerah. Selama ini saya tidak pernah membatalkan puasa pada kondisi apapun. Tapi kala itu saya terpaksa batal karena sudah tidak kuat, padahal masih subuh. Idul Fitri 2020 tak kalah beratnya, saya minta masuk IGD karena “mendiagnosa diri sendiri” terserang penyakit jantung. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata saya baik-baik saja. Sebegitu cemasnya saya.

Karena tidak menemukan penyakit seperti yang saya khawatirkan, teman karib yang seorang dokter, Valzon, mendiagnosa saya mengalami Anxiety Disorder. Awalnya saya menyangkal karena saya benar-benar merasakan ada penyakit yang nyata ditubuh bukan hanya dipikiran, seperti nyeri di dada ataupun serangan sesak nafas. Tapi kata Valzon itu bisa terjadi karena kecemasan tadi. Teman saya yang lainnya, Enno, yang seorang psikiater juga meyakini saya mengalami Anxiety Disorder. Dari sanalah saya mulai melakukan terapi dengan Enno. Selain konsultasi lewat telpon, Enno rutin mengirimkan obat dari Jogja selama berbulan-bulan. Tingkat keparahannya semakin berkurang setelah saya mulai bisa mengendalikan diri, sampai pada akhirnya sudah tidak bergantung dengan obat lagi.

Setahun berlalu…. Juli 2021, akhirnya saya benar-benar terjangkit covid. Kali ini dengan Varian Delta yang cukup melumpuhkan fasilitas kesehatan di Indonesia. Beberapa hari sebelum terjangkit, saya sudah prepare dengan melakukan Medical Check Up (MCU) lengkap: pemeriksaan darah, jantung, paru, dll. Hasilnya semua oke. Saya melakukan MCU untuk meyakinkan hati, bahwa jika terjangkit covid maka saya akan baik-baik saja. Tidak ada penyakit penyerta yang membahayakan. Insya Allah saya akan survive.

Tapi pada kenyataannya, 10 hari berlalu setelah isolasi mandiri saya tak kunjung sembuh. Dalam hati mencoba menguatkan diri “setelah 10 hari kalau bisa bertahan maka akan segera sembuh”. Tapi dada semakin nyeri dan terasa sesak, nafas ngos-ngosan, batuk juga semakin parah. Saturasi oksigen terus menurun sehingga membutuhkan tabung oksigen. Kondisi ini menambah kecemasan lagi, apakah ini karena covid saja atau mungkin ada faktor anxiety juga?

Hari ke-14. Saya merasa semakin parah, tidak ada tanda-tanda kesembuhan, maka saya memutuskan ke RS. Kondisi RS overload. Sebenarnya mereka tidak menerima pasien lagi, tapi karena kondisi urgent maka saya bisa masuk. Karena keterbatasan tempat tidur, selama 2 malam pertama di IGD saya tidur di bed plastic yang sangat keras (tanpa busa). Tidak masalah, setidaknya selama di RS bisa lebih terkontrol. Perjalanan menuju RS agak melankonis, jalanan sepi karena jalan-jalan utama ditutup (PPKM), hanya ada polisi yang berjaga. Seperti melintasi kota mati. Agak mengharukan juga karena sepanjang perjalanan saya bernafas dibantu dengan tabung oksigen.

Di IGD rumah sakit pasien penuh sekali. Saya salut dengan tenaga medis yang ada disana, sangat berdedikasi. Bahkan ada seorang dokter, yang meskipun shif malam, tetap bekerja sepanjang malam. Sangat gesit dalam segala hal, bahkan mengganti bed plastic saya (sendiri, tanpa bantuan perawat) dengan bed yang lebih layak.

Setelah dirawat lebih kurang 12 hari saya diperbolehkan pulang. Bukan karena sudah 100% pulih, tapi supaya RS bisa dipakai oleh pasien covid selanjutnya. Selanjutnya saya masih harus melakukan perawatan di rumah dan fisioterapi untuk mengobati long covid. Perjalanan pulang dari RS terasa syahdu karena disambut gema takbir malam Hari Raya Idul Adha 2021. Butuh waktu sekitar 5-6 bulan untuk tubuh kembali normal. Tingkat keparahannya ini mungkin juga karena anxiety.

Apakah saya berhasil sembuh total dari anxiety ini? Mungkin tidak, sesekali masih suka datang serangannya. Tapi setidaknya sudah tidak terlalu sering merasakan sesak nafas seperti dulu.

Kalau diingat-ingat lagi, dari kecil saya memang seorang yang pencemas. Pikiran sering melayang-layang memikirkan sesuatu secara berlebihan, mungkin bahasa now-nya overthinking. Dulu hanya dipikiran dan masih dalam tahap normal, tidak berlebihan seperti sekarang yang menimbulkan rasa sakit secara fisik. Mungkin kecemasan ini tidak akan hilang, bisa saja muncul kecemasan-kecemasan lainnya. Tinggal bagaimana saya deal with it! Temukan root cause-nya lalu solved the problem. Pastinya tidak mudah, karena apa yang terjadi dalam hidup sangat dinamis. Tapi saya sudah melewati hal yang berat, semoga ke depannya bisa menjalani dengan lebih mudah.

What did I learn from this?

  • Seberapapun besarnya ketakutan kita, jika itu bukan ketetapan Allah maka tidak akan terjadi. Sebaliknya, apa yang sudah menjadi ketetapan Allah pasti akan terjadi. Saya yang sangat mengkhawatirkan kematian, alhamdulillah masih diberi umur panjang sampai saat ini. Sementara pada saat itu ada 4 orang teman saya yang meninggal (cukup membuat shock). Allah yang punya kuasa atas segalanya, saya harus lebih berserah dan tawakal.
  • Cobaan yang diberikan membuat saya lebih kuat, lebih mensyukuri hidup, lebih simpatik, lebih ingin berbagi dan berguna bagi sesama.
  • Bagaimana bisa survive? Mukzizat dari Allah dan doa yang tak terputus dari Abah.
  • Last but not least, hidup seperti roda yang berputar. Ada saatnya berada dititik terendah, diberi ujian dan cobaan, tapi setelah dilewati begitu banyak hal-hal indah didepannya. Di tahun 2022, saya merasakan banyak sekali berkah. Itu membuat saya sangat bersemangat dan semakin optimis. Alhamdulillah ya Allah!

Insya Allah, jika mengalami kejadian yang sama lagi, I believe that I’m even stronger than before. No more tears and no more fear

Selamat datang tahun 2023. Semoga kita semua bisa terus berkarya, diberi kesehatan, dan kelancaran rejeki. Dan semoga Allah selalu menuntun jalan ini. Aamiin yaa rabbal ‘alamiin

Ada sebuah lirik lagu dari Padi yang cukup menguatkan hati:

“Seharusnya aku tak patut bersedih.
Atas semua yang terjadi kepadaku
Aku merasa bahwasanya hidup ini
Tak lebih dari sebuah perjalanan”

Menanti Keajaiban-Padi

End of 2022,

Yusnadi

Leave a comment