China · Foreign

China Series Part #1: Keliling Shanghai

#Day 1

Ini adalah pengalaman kedua jalan-jalan ke China. Kalau dulu saya ke Guilin, kali ini giliran Shanghai dan Beijing. Saya berangkat dengan 3 orang teman yaitu Valzon, Dinar, dan Enno dengan meeting point di Kuala Lumpur. Saya dan Dinar berangkat dari Jakarta, Eno dari Solo, sedangkan Valzon dari Pekanbaru.  Kami liburan selama 6 hari

Itinerary perjalanan bisa dijelaskan secara singkat sebagai berikut: Dari KL kami menuju Shanghai menggunakan Air Asia. Jelajah Shanghai selama 1,5 hari, kemudian perjalanan dilanjutkan ke Beijing dengan menggunakan bullet train. Di Beijing selama 2 hari, kemudian pulang dengan transit di Kuala Lumpur lagi. Tiket pesawat dari dan ke Jakarta sekitar 2.5juta, dibeli saat promo free seat.

SHANGHAI

Kami mendarat di Shanghai Pudong International Airport pukul 00.20 (GMT +8). Perjalanan dari Kuala Lumpur ditempuh dalam waktu 5 jam 20 menit. Setelah melewati imigrasi, kami menuju antrian taksi untuk menuju hotel. Ditengah malam begini cuma tersedia taksi sebagai transportasi umum, karenanya antriannya cukup panjang. Pilihan lainnya? Menginap di bandara sampai pagi menjelang. Tapi Valzon dan Dinar menolak, mungkin kapok pernah menginap di Bandara Haneda. Padahal menurut saya pengalaman di Haneda cukup menyenangkan 🙂

Setelah mengantri selama 30 menit, kami mendapatkan taksi yang akan mengantar kami ke Hotel Sofitel Shanghai Hyland. Karena malam dan jalanan sepi, hotel yang berjarak sekitar 50 km itu dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 1 jam. Tarifnya CNY 250 atau sekitar IDR 500.000. Hotel ini lokasinya sangat strategis, di Nanjing Road, yang merupakan pusat keramaian sekaligus pedestrian di Shanghai. Setelah proses check-in, kami langsung istirahat.

#Day 2

Pagi hari, saat Valzon, Dinar, dan Enno masih tidur saya keluar hotel untuk menemui Sandra yang sedang mengikuti pelatihan disini. Sandra menginap di Sheraton Shanghai Hongkou. Saya naik subway dari Stasiun Nanjing East Road ke Stasiun Hailun Road, hanya 3 stasiun dari tempat saya. Ada sedikit kendala saat mencari exit gate menuju Sheraton karena karena tidak ada informasi yang jelas, tapi saya coba-coba saja, alhamdulillah tepat. Hotel Sheraton persisi di depan stasiun ini (saya lupa nomor exit gate-nya :-))

Kami ngobrol sebentar, lalu foto-foto dengan ucapan ke teman-teman. Tadinya mau gantian pegang kertasnya, tapi kemudian di tolong bapak-bapak yang baru turun dari lift. Padahal kami tidak memintanya, rejeki anak soleh 🙂

Kemudian saya pulang dan Sandra bersiap untuk jalan-jalan dengan teman kantornya. Saat kembali ke hotel Valzon dan Dinar masih tidur, otomatis jadwal keliling Shanghai akan mundur. Ini sudah diprediksi, tapi tak mengapa karena kami tidak mengejar banyak tempat, hanya jalan-jalan santai saja.

Sebelum tiba di hotel saya mencari 7 eleven untuk membeli nasi seperti di Jepang atau Korea, sayangnya tidak ketemu. Tak habis akal, saya cari restoran yang menyediakan nasi. Memang banyak restoran disini, tapi sejauh mata memandang menunya kebanyakan serba mie. Kemudian saya melintas di depan restoran Jepang, pengunjungnya cukup ramai. Saya lihat gambar menunya ada nasi dengan telor orak-arik dan sayuran, seperti nasi goreng. Saya masuk dan mengantri, saya jelaskan ingin membeli nasi putihnya saja, agar tidak misscommunication saya tunjukkan gambar semangkuk nasi putih dari hp saya, gambar tersebut sudah saya siapkan dari Indonesia. Petugasnya mengangguk tanda mengerti lalu membungkuskan 4 box nasi. Petugasnya ramah dan sangat membantu, pantas saja warungnya ramai 🙂

Kami brunch di kamar hotel dengan lauk rendang dan teri balado. Hotel ini menawarkan pemandangan yang lumayan, dari jendela kamar terlihat gedung-gedung pencakar langit. Tapi yang lebih menarik adalah Oriental Pearl TV Tower yang berwarna ungu, yang biasa dijadikan latar foto dari The Bund, terlihat jelas disini.

Setelah makan dan beres-beres, kami keliling Shanghai menggunakan city sightseeing bus (hop on hop off). Bus wisata yang memiliki loop-route ini akan berhenti di halte-halte tertentu. Wisatawan yang memiliki waktu yang terbatas tapi ingin keliling kota maka cocok naik bus ini. Pengunjung harus membeli kartu yang terdiri dari 2 pilihan: 24 jam (CHY 30) atau 48 jam (CHY 50). Dengan menggunakan kartu tersebut penumpang bebas naik-turun sepuasnya sesuai dengan durasi kartu. Setiap pengunjung akan diberikan earphone yang dapat dicolokkan di dinding bus untuk mendengarkan panduan sepanjang perjalanan.

Bus wisata ini tipe double deck dengan bagian atas terbuka. Walau cuaca terik, kami memilih untuk duduk di atas. Bukan hanya mendapatkan pemandangan kota yang cantik yang dilewati, tapi bus juga melintasi apartemen penduduk dengan banyak jemuran diluar jendela 🙂

Yuyuan Garden

Kami mampir di Yuyuan Garden. Kesan pertama, tak nampak ada “taman” dengan pepohonan hijaunya. Yang terlihat hanya bangunan-bangunan dengan arsitektur tradisional China berwarna merah hati. Tapi bangunan ini cantik dan menawan. Masuk ke dalam, ada juga bangunan lainn yang berdiri di atas kolam.

Mungkin kami masuk bukan dari pintu utama, tapi justru terpesona disini. Belakangan saya baru tau ternyata malam hari pemandangannya akan lebih cantik karena warna kuning lampu akan berpadu dengan merah hati tiang dan bangunan.

Bangunan tersebut adalah toko souvenir dan restoran. Barang yang dijual bermacam-macam, ada yang kualitas asli dan ada juga barang kw. Restoran-restoran besar pun banyak. Tak heran pengunjungnya sangat ramai.

Masuk terus ke dalam barulah kami menemukan tamannya. Tampak paviliun-paviliun yang dikelilingi kolam-dan pepohonan. Biasa aja kelihatannya, tapi mungkin memiliki banyak nilai historis. Saya lebih suka taman-taman di Jepang.

Kami istirahat sejenak di gazebo-nya. Disini kami menghabiskan waktu sekitar 3 jam sebelum melanjutkan perjalanan The Bund.

The Bund

Saya memilih Shanghai karena The Bund. Karenanya The Bund harus menjadi klimaks perjalanan ini. Untuk itu, saya harus mendapatkan dua moment disini, yaitu sore dan malam. Dan sesuai itinerary, kami tiba di The Bund jam setengah 5 sore, waktu yang pas untuk bersantai dari terang menuju gelap.

The Bund adalah simbol kemegahan Shanghai.  Terletak di tepian Sungai Huangpu, area ini dikelilingi puluhan bangunan historik kolonial yang unik nan megah. Lalu dipadu dengan pemandangan gedung-gedung modern di seberang sungai. Karenanya tempat ini instagramable banget.

Bersama dengan pengunjung lainnya, kami duduk di promenade, yaitu area yang dibangun untuk pejalan kaki atau duduk-duduk santai. Saya perhatikan, ada juga yang jogging, pacaran, sampai foto prewedding. Udaranya segar dan dingin, sangat nyaman bersantai disini.

Karena dingin itu pula membuat saya bolak-balik ke toilet. Untungnya toilet umumnya bersih dan terawat. Kemudian kami mencari minuman untuk menghangatkan tubuh. Ada banyak cafe di bawah promenade ini, kami mampir ke salah satunya. Kami nongkrong sampai 

Kami kembali ke promenade, gedung-gedung sudah menyalakan lampunya dengan warna-warni yang cantik. Cruise yang melintas juga bercahaya cantik. Benar-benar malam yang mempesona di The Bund. Mirip dengan Avenue of Star Hongkong, tapi menurut saya ini terasa lebih megah. Mungkin karena bentuk Oriental Pearl TV Tower yang unik itu.

Sebenarnya untuk lebih mengeksplor area ini ada beberapa aktivitas yang bisa dilakukan, diantaranya: naik cruise, menyeberang melalui sightseeing tunnel, ataupun naik ferry. Yang pertama dan kedua cukup mahal, tapi yang ketiga murah meriah yaitu CNY 2. Tapi karena mager (males gerak), kami hanya bersantai di promenade saja.

Nanjing Road

Setelah puas santai-santai di The Bund, kami pulang ke hotel melalui Nanjing Road. Ini adalah pedestrian area yang menjadi pusat keramaiannya Shanghai. Barang bermerk, toko souvenir, restoran, mall dan hotel ada disini. Makanya baik siang maupun malam akan selalu ramai.

#Day 3

Secara tidak sengaja, saya melihat ada logo halal di depan hotel kami. Lokasinya paling pojok, tidak terlalu jelas karena logo halalnya kalah besar dengan aksara China. Senang banget menemukan restoran China ini. Padahal sebelumnya saya sudah menyiapkan daftar tempat makan halal, tapi tempat ini tidak terdeteksi. Bagai mendapat sebuah anugerah 🙂

Kami makan disini pada hari ketiga. Restorannya berada di lantai dua. Jadi, bangunan di pojok jalan itu hanya tangga untuk naik ke atas. Di atas, ruangannya pun sempit, hanya ada sekitar 4 atau 5 meja saja. Tapi alhamdulillah pengunjungnya cukup ramai.

Kami memesan makanan hanya dengan menunjuk gambar karena daftar menunya menggunakan tulisan China. Kami memesan menu yang berbeda agar bisa icip-icip. Dan ternyata, satu porsinya ukuran jumbo. Tau gitu gak perlu pesan 4 porsi.

Menu yang saya pesan tidak sesuai ekspektasi. Saya kira pangsitnya hangat, kalau di Indonesia makanan seperti ini biasanya di masak di atas nyala api besar, lalu dimakan selagi panas. Tapi disini berbeda, pangsit dan bahan campurannya dingin. Tidak salah sih, mungkin memang seperti itu penyajiannya. Enak koq, tapi saya tidak habis karena terlalu banyak.

Selain makan di tempat, kami juga memesan satu porsi menu olahan daging ditumis. Kapan lagi dapat daging halal. Menu tersebut kami bawa pulang, untuk dimakan di dalam kereta cepat bersama dengan rendang. Siang ini kami akan menuju Beijing.

Shanghai Hongqiao Station

Dari Nanjing Road menuju Hongqiao Station kami menggunakan subway. Awalnya mau naik taksi tapi takut kena macet. Waktu tempuh sekitar 50 menit, melewati 11 stasiun.

Tiket kereta menuju Beijing sudah kami pesan secara online melalui travelchinaguard.com. Sebenarnya kalau beli on the spot lebih murah tapi kami takut kehabisan tiket, maklum lagi hari libur nasional. Beli tiket di situs itu kena charge CHY40 per tiket. Bukti pembelian kemudian ditukarkan di loket stasiun.

Sesampainya di stasiun kami langsung ke loket ticketing dan berbaris antri. Sayangnya loket penukaran dan pembelian tidak dipisah sehingga kami ikut mengantri lama. Antriannya panjang, satu orang bisa menghabiskan waktu 3-4 menit karena petugasnya harus input data sesuai ID. Dan bertambah lama ketika ada yang menyerobot antrian atau menitip pembelian :-(.

Kami baru mendapatkan tiket sekitar jam 13.45 atau 15 menit sebelum keberangkatan. Kemudian kami bergegas menuju ruang tunggu keberangkatan. Ternyata tak mudah menemukannya karena Shanghai Hongqiao Station sangat luas dan minim penunjuk informasi. Kami bertanya ke petugas tapi tidak berhasil karena masalah komunikasi. Setelah dua kali bolak-balik barulah kami menemukan arahnya tapi waktu semakin mepet. Informasi panggilan masuk kereta sudah terdengar. Kami berlari menaiki escalator ke lantai atas. Disini masih harus mengantri lagi di security check. Sementara itu di railways kereta sudah standby dan penumpang umumnya sudah masuk. Untungnya kami masih sempat walaupun tidak langsung masuk di gerbong yang sesuai. Kalau tidak, kami akan kehilangan tiket kereta seharga lebih dari 1 juta rupiah 🙂

Bullet Train dengan kecepatan 305 km/jam

 

6 thoughts on “China Series Part #1: Keliling Shanghai

  1. Glad to find another travel blogger yang suka jalan-jalan ke luar negeri juga dengan tulisan yang enak dibaca, mas.

    Saya kalau jalan-jalan juga gitu, nggak memaksakan bangun pagi. Buat saya, ngantuk itu bisa merusak mood, jadi lebih baik mempertahankan mood tetap semangat dan badan tetap bugar. Jadi mas ke tempat-tempat di Shanghai itu (The Bund, Nanjing Road, Yuyuan Garden) naik subway atau naik bus hop on hop off?

  2. mas berapa harga tiket bullet train nya shanghai beijing?? klo bawa anak umur 2.5 tahun yg ekonomi nyaman kah?

Leave a comment