Bangka Belitung · Indonesia

Bangka Series, Part 2: Pesona Bangka Selatan (Panen Lada & Pesisir Sadai)

Setelah puas menjelajah Sungai Liat, hari kedua kami lanjutkan perjalanan ke selatan menuju rumah orang tua Cipto di Kampung Pergam, kabupaten Bangka Selatan. Dari Pangkal Pinang ke Kampung Pergam ditempuh dengan sepeda motor dengan jarak 100 km. Sebelum berangkat kami sarapan dengan menu yang sangat mengenyangkan. Dan setiap makan ada saja menu khas yang disajikan, kali ini ikan lempah kuning. Terima kasih kakak Cipto 🙂
C1

Untuk menuju Bangka Selatan kita akan melewati Bangka Tengah. Dari Namang menuju Koba pemandangannya cantik, di sebelah kiri jalan terhampar pantai berpasir putih yang landai. Kami sempat mampir di salah satu warung untuk istirahat  dan foto-foto.

 C5

Jalan utama di Bangka mulus dan lebar, tidak seperti jalan raya di Sumatra. Untuk propinsi yang berada di luar pulau Jawa, infrastruktur di Bangka cukup baik.

Kami tiba di Kampung Pergam. Dalam benak saya yang namanya kampung adalah sebuah desa, sepi, dan jalan seadanya. Tapi ini diluar dugaan, Kampung Pergam berada di pinggir jalan utama yang lebar, aspalnya mulus, penduduknya ramai, dan rumahnya bagus-bagus. Termasuk rumah Cipto; sofa berjejer, guci terpajang, gordyn semarak. Full color dan cerah.

Kami dihidangkan makan siang. Disini kegiatan kami makan-jalan-makan-jalan :-). Kali ini kami disuguhi Kulat Pelawan. Kulat adalah jamur dalam bahasa Bangka sedangkan pelawan sejenis tanaman/ pohon. Jadi Kulat Pelawan ini adalah jamur khas dari hutan pelawan di Bangka. Ini adalah makanan ekslusif, harga perkilo bisa mencapai jutaan rupiah. Selain itu ada juga lempah daging dengan pucuk kedondong, sambal goreng cumi, tumis kerang. Full protein! Oya, lempah merupakan makanan khas Bangka. Bahan utama bisa ikan, daging, atau ayam yang dimasak dengan kuah berwarna kuning dari kunyit. Rasanya segar!

C6 

Di Bangka Selatan kami akan berwisata yang berbeda. Kalau kemarin wisata pantai maka hari ini itineray kami adalah:

  • Panen Lada
  • Ke Pesisir Sadai Melihat Perkampungan Nelayan

Bangka merupakan propinsi penghasil lada terbesar di Indonesia. Bagi yang tidak tau lada, mungkin tau merica, pepper, atau sahang? Ya, itulah nama lainnya. Kami beruntung bisa mengunjungi perkebunan lada milik orang tua Cipto.

Sepanjang jalan kiri dan kanan terlihat hijaunya perkebunan warga. C9Mata pencarian utama disini adalah berkebun. Tampak beberapa warga berjalan kaki menuju kebunnya. Kebun Cipto masih jauh di dalam. Hujan turun ketika kami dalam perjalanan, akibatnya jalan setapak menjadi becek. Namun hal itu tak menyurutkan langkah.C11 

Kami tiba di kebun. Pohon lada ditanam berjajar dan berbaris-baris. Kalau tak terbiasa mungkin bisa tersesat, tak tau mana jalan masuk dan keluar seperti di dalam labirin. Bentuk pohonnya seragam, padat, dan rimbun.

IMG_5572Lada yang siap panen adalah yang berwarna merah-kehitaman. Pemetik memilah lada yang sudah matang lalu memasukkan ke dalam bakul atau keranjang yang digendongnya.

 20140502_140234 

Di dalam kebun ada pondok untuk beristirahat lengkap dengan peralatan makan seadanya. Sumber api untuk memasak biasanya menggunakan kayu bakar. Satu-satunya hiburan adalah radio AM yang akan memutar lagu-lagu klasik Bunda Rita Sugiarto atau Bang Haji Rhoma Irama. Untuk bisa mendengarkan siaran radio dengan jelas biasanya antena disambung dengan kabel dan digantung ke atap pondok. Power radio tersebut dari baterai. Biasanya kalau baterainya mau habis, baterai dijemur di bawah terik matahari yang kemudian efektif menambah dayanya untuk beberapa jam 🙂

IMG_5577 IMG_5586

Dari kebun lada perjalanan kami lanjutkan ke bagian paling selatan Pulau Bangka. Dalam waktu satu jam kami tiba di perkampungan pesisir desa Sadai. Ini adalah perkampungan nelayan. Banyak terlihat perahu nelayan, ada yang bertambat di dermaga, ada juga yang berjangkar di tengah laut. Airnya tenang dan suasana damai. Saya terkenang masa kecil yang juga pernah tinggal di perkampungan seperti ini, Sungai Bela namanya, sebuah desa di Indragiri Hilir Riau. Sudah 15 tahun saya tak pernah kesana. 1 jam di pesisir Sadai cukup membangkitkan memori lama.

IMG_5591 C20 IMG_5595IMG_5608

Selanjutnya kami menuju Pelabuhan Sadai (Sadai Port). Pelabuhan ini berskala nasional tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Tapi belakangan saya dengar telah diresmikan kapal roro rute Cilegon-Sadai dan juga kapal cepat rute Sadai-Belitung. Semoga ini menjadi awal yang baik sehingga perekonomian dan pariwisata disini dapat berkembang.

Sadai IMG_5646

Dua hari di Bangka, jalan-jalannya selalu melebihi apa yang ada di itinerary. Kalau sebelumnya ada Puri Tri Agung yang tak direncanakan, hari ini ada Pantai Tanjung Kerasak dan Batu Perahu yang menjadi bonus track. Itu karena ada saudara Cipto, Bang Safar, yang menyetir gila-gilaan sehingga masih ada waktu mengunjungi tempat lainnya.

Pantai Tanjung Kerasak adalah pantai dengan perpaduan pasir putih dan tumpukan bebatuan granit di bagian ujungnya, seperti karakteristik pantai-pantai di Bangka pada umumnya. Kelebihan pantai ini adalah masih sepi, mungkin karena jauh dari keramaian. Kami bersantai di bebatuan menikmati hembusan angin laut. Duduk disini tak terasa panas karena banyak pepohonan rindang disekitarnya. Kekurangannya hanya satu yaitu akses kesana masih sulit.

IMG_5693 C25

Selanjutnya kami kembali ke Toboali dan menuju pantai yang berada di sisi barat demi melihat sunset. Tujuan kami adalah Pantai Batu Perahu. Disebut batu perahu karena batu menyerupai bentuk perahu. Lokasinya tak jauh dari pusat kota.

Tak ada orang lain, hanya kami disini. Tanpa menyia-nyiakan waktu kami memanjat batu yang menjadi icon pantai itu dan menanti sunset disana. Berdiri layaknya laskar pelangi, tapi sayangnya sunset yang ditunggu tak juga muncul karena tertutup awan. Meskipun begitu kami tak kecewa, foto-foto siluet di atas batu tetap mempesona.

C28C29 C30C31Puas berkeliling Bangka Selatan saatnya mengisi perut dengan kuliner malam khas Toboali. Bang Safar merekomendasikan mie ikan. Yang jualan sederhana saja di depan teras rumah. Tapi rasanya benar-benar nendang, mie-nya lembut dan kuah ikannya tak terasa amis. Makannya tambah maknyus ketika ditambah sate ikan. Jangan membayangkan sate yang ditusuk bilah bambu atau lidi. Sate ikan ini sama seperti otak-otak, penamaannya saja yang berbeda.

C38 C36 C37

Ada satu lagi makanan Bangka yang telah meng-Indonesia yang harus kami coba di tempat asalnya, makanan itu adalah martabak Bangka. Oya, disini martabak disebut ruti tabok. Martabak yang terkenal adalah Ruti Tabok Apin, saking ramainya pembeli rela antri berjam-jam. Sementara kami makan mie ikan, adik Cipto telah memesankan martabak tersebut.

Kami makan martabak dalam perjalanan pulang ke rumah. Kesan pertama, dari segi penampilan martabak Apin tak semewah martabak kota yang dikemas dalam packaging berbagai rupa. Martabak Apin ini masih orisinal menggunakan pembungkus nasi padang yang berwarna coklat. Tapi dari segi rasa benar-benar juara. Teksturnya lembut (malah cenderung lembek) dan berminyak, jadi harus sediakan tisu untuk mengelap minyak yang gampang berceceran. Lemaknya terasa sangat lezat dan tidak eneg. Kelezatannya masih saya rindukan sampai sekarang 😦

Lengkap sudah perjalanan hari kedua di Bangka Selatan. Sekali lagi perut kenyang dan hati riang. Besok kami akan kembali ke Pangkal Pinang dan meneruskan perjalanan ke utara menuju Belinyu…

C33

One thought on “Bangka Series, Part 2: Pesona Bangka Selatan (Panen Lada & Pesisir Sadai)

Leave a comment